Halaman

Senin, 24 Februari 2014

Post Modern


Ini adalah pembahasan mengenai aliran seni Post Modern yang disusun oleh kelompok saya sendiri, yang terdiri dari Anisa Soyati,Dini Wahyuni,Khalil Gibran Ardha Yasin,Hermala Dewi dan saya Juheti,kami tergabung dalam kelompok tujuh.Selamat membaca :)



SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA POST MODERN

Dalam sejarah manusia, kita kenal tiga era atau zaman yang memiliki ciri khasnya masing-masing yaitu pra-modern, modern dan postmodern. Zaman modern ditandai dengan afirmasi diri manusia sebagai subjek. Apalagi setelah pernyataan Rene Descartes, “cogito ergo sum” yang artinya ‘aku berpikir maka aku ada’. Melalui pernyataan tersebut, manusia dibimbing oleh rasionya sebagai subjek yang berorientasi pada dirinya sendiri sehingga rasio atau akal budi manusia menjadi pengendali manusia terutama tingkah lakunya. Pada masa ini munculah berbagai macam teori yang berlaku sampai sekarang. Pada akhirnya zaman dimana kita berada sekarang yaitu zaman postmodern. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya postmodern, memfokuskan diri pada teori kritis yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi. Dalam makalah ini akan dikemukakan sejarah munculnya postmodern sebagai ‘isme’ yang mengritik modernitas, juga akan dipaparkan beberapa tokoh pada periode ini beserta ajarana-ajaran pokok mereka.

       I.            Pengertian
Untuk memudahkan memahami postmodernisme, ada baiknya kita mengkontraskan ‘isme’ ini dengan lawan sejarah dan nuansa berpikirnya, yakni modernisme. Mengkontraskan kedua ‘isme’ tersebut dipandang perlu karena postmodernisme, dalam banyak hal, bisa dikatakan sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme. Post-modern-isme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya faham (isme), yang berkembang setelah (post) modern. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico de Onis untuk menunjukkan reaksi dari moderninsme. Berikut ini adalah pengertian dari Modernisme, Postmodernisme, Postmodern, dan Postmodernitas.

A.     Modernisme
Secara etimologis modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present time’. Dalam sub bab yang bertemakan postmodernisme, Romo Tom Jacob mengartikan ‘modern’ sebagai: terbaru, mutakhir sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai, ’pencapaian transendentalisasi jauh dariimanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi biner. Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, modernisme bias disebut sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada masyarakat intelektual sejak zaman renaissance (abad ke-18) hingga paruh pertama abad ke-20. Semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress --meraih kemajuan—dan untuk humanisasi manusia’. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan yang sangat optimistik dari kamum modernis akan kekuatan rasio manusia.
Di era ini rasio dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk memahami realitas, untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan estetika. Pendek kata, rasio dipandang sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segala-galanya. Pengakuan atas kekuatan rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti pengakuan atas harkat dan martabat manusia. Manusia dengan rasionya, --tentu saja sebagai subjek; pemberi bentuk dan warna pada realitas-- adalah penentu arah perkembangan sejarah. Kenyataannya, modernisme adalah salah satu bentuk dari humanisme. Narasi-narasi besar 2 modernisme yang berasal dari kapitalisme, eksistensialisme, liberalisme, idealisme, tidak
bisa lain membuktikan hal itu. Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan menemukan kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial. Rasio manusia dianggap mampu menyelami kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar yang esensial dan universal dari kenyataan.

B.     Postmodernisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post,dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri. Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat.
Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya. Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”.
Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti:
1.      Dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme.
2.      Suatu perlawanan terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke arah sekularisme.

C.     Postmodern
Postmodern adalah paham yang berkembang setelah jaman modern, postmodern memberikan pemahaman baru terhadap dunia menjadi dunia lebih lues dan mencair. Banyak pemikiran dari postmodern yang melawan aturan – aturan pada aliran modernis meskipun banyak tokoh postmodern mengatakan bahwa mereka tidak melawan pakem – pakem modernis melainkan hanya merevisinya. Postmodern lebih mengacu pada liberasilme artinya manusia diperbolehkan berpikir sebebas-bebasnya yang kemudian mengacu pada kapitalisme dan liberalisme, postmodern menghalalkan manusia untuk berpikir soal hal apapaun bahkan melebihi norma, agama, budaya dan hukum. Postmodern mengajarkan masyarakat untuk memiliki budaya skeptic, mempertanyakan banyak hal dan tidak begitu saja menerima satu hal meskipun postmodern menawarkan sebuah revolusi besar-besaran mengenai kebebasan berpikir, postmodern juga merupakan sebuah titik tolak kembali diangkatnya humaniora (hal-hal yang berkaitan dengan kemanusian) ditengah robotis manusia yang dipicu oleh kekakuan modernism kemudian lahirlah pemikiran bahwa manusia adalah mahluk yang berpikir dan apabila ada pembatasan terhadap ruang berpikir manusia maka akan  menghilangkan sifat manusia yang paling dasar itu sendiri.
Postmodern menurut para ahli
a.       Lyotard dan Geldner, postmodern adalah pemutusan secara total dari modernisme.
b.      DerridaFoucault dan Baudrillard, postmodern adalah bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori
c.       David Graffin, postmodernisme adalah koreksi beberapa aspek dari moderinisme.
d.      Giddens, postmodern adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan menjadi bijak.
e.       Habermas, merupakan satu tahap dari modernisme yang belum selesai.

D.     Postmodenitas
Post modernitas adalah keadaan masyarakat ketika menerima dan mempraktikan paham-paham post modernis didalam kenyataannya. Ketika mengamalkan post modern itu sendiri indikasi terbesar dilihat dari aspek ekonomi, budaya dan kondisi masyarakat dalam lingkup Negara. Dapat diartikan post-modernitas adalah dampak dari berkembangnya berbagai paham modernis yang statis atau kaku pada awalnya menjadi lebih filosofis dan kritis. Karena di dalam era modernisme sendiri masyarakat dituntut untuk menerima serta memahami berbagai konsep yang rasional serta realistis demi mencapai kemajuan di berbagai bidang yang memerlukan penalaran serta pemahaman lebih dalam mengenai konsep-konsep pembangunan yang ada. Yang kemudian disadari konsep kehidupan yang seperti ini begitu kaku dan tidak sejalan dengan manusia yang memiliki rasa-rasa humanisme yang selalu ingin berubah dan mencari yang baru. Dengan begini mereka para pencetus post modernisme menganggap keadaan ini tidak memanusiakan manusia. Oleh karena itu kemudian memunculkan aliran post modernisme sebagai solusi yang dianggap dapat kembali memanusiakan manusia. Namun banyak yang beranggapan bahwa paham yang dibawa oleh sikap modernisme ini berbeda dengan sifat alamiah manusia. Paham itu seperti sekularisme, universalisme dan pemerataan. Seperti universalisme yang dalam post modern dianggap cocok dengan keadaan alamiah manusia, nyatanya di beberapa Negara yang merealisasiakan paham universalisme dalam keadaan sehari-hari, tidaklah menciptakan kearifan local didalam lingkungan masyarakatnya.
Ketidaktepatan paham postmodernitas secara global dan lebih luas, dapat dilihat pada aspek ekonomi global. Dengan paham universalisme yang dipegangnya, pada akhirnya konsep ini diterapkan pada perdagangan dunia. Dengan konsep ini membebaskan para golongan kapitalis dalam berjalannya perdagangan bebas dunia, yang akhirnya mendatangkan keuntungan pada segelintir orang-orang tertentu saja. Padahal modernism dianggap oleh para pencetusnya akan menjanjikan peradaban dunia. Yang pada kenyataanya tidak mensejahterakan masyarakat secara universal. Dengan ini, jelas terlihat bahwa konsep modernitas tidak terbukti dalam realisasi akan gambaran positif yang diangankan para pencetusnya.

    II.            Perkembangan Sejarah Postmodern
  
Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi. Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga dalam sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis dan kurang human.
Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai era postmodern. Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture setelah ratusan terkukung satu gaya. Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul 3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan 3 teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan dinamit.
Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme. Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, lmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai. Postmodern sebagai Filsafat. Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya. C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My good is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan kebaikanmu adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada standar absolut tentang benar atau salah dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa benar.” Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.

 III.            Tokoh-Tokoh postmodern dan Ajarannya

1)      Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyakberkenalan dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Basel. Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.

2)      Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)
Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan difference.
a.       Dekonstruksi
Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek filsafat barat.
b.      Differance
Dalam karyanya, Of Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan bahwa struktur penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri (presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan atau ujaran. Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak total keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili makna tertentu. Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan kebenaran mutlak (logos). Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut Derrida sebagai differance. Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya persis sama dengan kata difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-differance-difference, tidak hanya dengan mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi harus melihat tulisannya. Di sinilah letak keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini Derrida membuktikan bahwa tulisan lebih unggul ketimbang ujaran. Proses differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,” makna transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De Saussure dan oleh pemikiran modern pada umumnya. Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah 5 “kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan begitu seterusnya. Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang “ada di depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa dijadikan pegangan. Karena, satusatunya yang bias dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan (to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah permainan dengan ketidakpastian. Postmodern dan Positivisme Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik pandangan positivisme August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red) mampu menangkap fakta kebenaran, sejauh hal itu faktual, dapat didindara, positif dan eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche , manusia tidak tidak dapat menangkap fakta. Apa yang dilakukan manusia untuk menangkap objek itu hanyalah sekedar interpretasi. (ST. Sunardi,1999:67-68) . Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak percaya bahwa kita bisa mengetahui. Fakta kebenaran itu tidak ada, yang ada hanyalah interpretasi dan dan perspektif. Maka dengan dengan sendirinya tidak ada kebenaran universal yang tunggal. Penafsiran itu tidak itu tidak menghasilkan makna final, yang ada hanyalah pluralitas. (ST. Sunardi,1999:180) sehingga bagi Nietzsche , kebenaran adalah suatu kekeliruan yang berguna untuk mempertahankan arus hidup. Tanggapan Terhadap Postmodern Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang cukup mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam interpretasi, setiap orang mempunyai sudut pandang dan perspektif sendiri-sendiri (berbeda-beda). Dalam perpektif, subjek-subjek tertentu bisa dianggap benar, namun bias jadi keliru bagi perspektif subjek yang lain. Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena pengaruh rasionalitas, namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari agama dengan irrasionalitas. Pada postmodern ini bermunculan agama-agama baru buatan manusia (-- isme) yang merupakan hasil sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada kebenaran absolut dalam agama apapun atau mungkin bahkan dalam kitab suci apapun, yang ada adalah kebenaran relatif, kebenaran menurut masing-masing yang memandangnya, sehingga manusia di sini sebagai hakim penentu kebenaran, dan bukan Tuhan yang menjadi penentu kebenaran melalui Kitab Suci yang diwahyukannya. Derrida, melalui teori Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model semiotika ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan, menolak obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka ruang ‘kreatif’ seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi, yang membuat setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas. Ruang makna terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan makna-makna lain. Demikian seterusnya. Sehingga, demikian bebas dan banyaknya makna dan tafsiran, membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi tidak berarti lagi. Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak dan direlativkan, demikian juga agama, teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim.

  IV.            Kritikan terhadap Postmodern
Meskipun postmodern tampak sangat menjanjikan namun bukan berarti postmodern tidak memiliki celah salah satunya adalah kerancuan dan ketidakpastian dari paham ini akibat dari melenturnya pemikiran manusia,meskipun postmodern dapat memberikan solusi tengah tetapi bagi sebagian orang postmodern di anggap hanya bisa mengkrtitisi tanpa memnyelesaikan permasalahan, postmodern lebih bersikap lepas tangan setelah melakukan kritik terhadap sesuatu. Paham ini dikhawatirkan hanya akan melahirkan orang – orang yang pandai berkritik tanpa melakukan riset yang mendalam dan tidak melakukan tindakan hal ini dianggap oleh pennganut paham modern  sebagai sebuah sikap apatis, postmodern menjadi sangat mebingungan dan terasa abu – abu, terkesan takut dalam menentukan pilihan dan mengambil sikap. Sehingga postmodern hanya akan melahirkan pengamat hebat tapi ragu dalam mengambil tindakan.

     V.            Pengaruh post modern terhadap seni rupa
Pada masa modern seni sangat diagungkan dan hanya dinikmati oleh kalangan ningrat saja, seni menjadi sangat kaku, hasil dari perkembangan modernisme yang berpegang teguh pada rasionalitas dan realitas sehingga seni dimurnikan dan terbatas pada masalah etetis saja (pada seni abstrak) seni menjadi tabu dalam membicarakan hal – hal yang bersifat remeh – temeh, seni menjadi terpisah dari masyarakat dan lebih menjungjung orisinalitas serta seni dijauhkan dari tradisi. Hal tersebut secara langsung telah mebatasi ruang gerak seni sehingga seni lukis dan patunglah yang mendominasi penggunaan media pada seni rupa modern sedangkan seni grafis dan keremik masi berkonotasi rakyat artinya tidak ningrat sehingga tidak dianggap eksklusif namun seiring berjalannya waktu kedua karya seni tersebut disejajarkan, ini dilakukan oleh Andy Warhol, dia merusak tatanan seni tinggi dan tatanan seni rendah dengan memadukan keduannya. Kemudian, paham modernitas yang terdapat pada senirupa mendapatkan resisitensi dari kekritisan pemikir publik seni,mereka mengungkapkan bahwa terjadi kesalahan pada modernitas seni, ini dipengaruhi oleh pola pikir masyarakat yang mulai memasuki pemikiran filosofi yang dibawa oleh postmodernisme, bentuk resistensi ini dikenal sebagai postmodernisme yaitu sebuah seni yang membawa angina segar pada dunia seni rupa. Kemudian pemikiran public terhadap seni menjadi melentur sehingga penggunaan media pun menjadi amat tak terbatas bahkan melalui norma-norma etis. Postmodern berusaha meleburkan seni dengan tradisi dan masyarakat sehingga terciptanya isu – isu social di dalam sebuah karya seni, kemudian seni kembali berfungsi sebagai social dan pribadi sehingga para seniman dapat menuangkan muatan – muatan pribadi dalam karya seninya.
Pada masa postmodern seni menjadi sangat luas cakupannya,dengan tawaran kebebasan dan berkarya secara menyeluruh namun tetap saja konsepsi dari postmodern itu sendiri sebagai sebuah pemikiran yang kritis sehingga karya seni yang dihasilkan tidak terbatas oleh visual dan estetika saja namun menuntut riset yang mendalam dan menyeluruh dalam berkarya  sehingga terdapat gagasan dan pertangungjawaban dari karya seni yang dihasilkan bahkan tak jarang pertanggungjawaban dari karya seni yang lebih diutamakan,ini adalah cerminan dari pemikiran kritis atau budaya filosofi yang dianut oleh postmodern.




  VI.            Post modernisme dan Modernisme
·         Postmodernisme dimulai pada tahun 1968 setelah perang kedua usai sedangkan modernisme dimulai pada tahun 1890 dan berlangsung sampai sekitar tahun 1945.
·         Postmoderisme menentang penggunaan pemikiran logis sedangkan modernisme didasarkan oleh penggunaan akal dan pikiran logis untuk memperoleh pengetahuan.
·         Postmodernisme menganggap karya seni berdasarkan hiper-realitas artinya dapat terpengaruh oleh media sedangkan moderntisme beranggapan bahwa karya seni adalah otentik.
·         Selama perkembangan postmodernisme seiring perkembangan computer, seni dapat dituangkan ke dalam digital dan mereka dapat melakukan pemaknaan terhadap seni itu sendiri sedangkan modernisme karya sastra dipandang sebagai karya unik seniman.

Contoh lukisan Postmodern 








Contoh bangunan ( arsitektur ) Post Modern.




Arsitektur Post modern di Indonesia

Wisma BNI 46 Jakarta


Grafiti merupakan salah satu contoh dari Post Modern


Sekian penjelasan mengenai Aliran seni Post Modern,semoga bermanfaat untuk kamu :)

Daftar pustaka :
2.   Darma.Agus.Unsur – Unsur Postmodern dalam arsitektur post modern. Di Http://staffsite.gunadarma.ac.id
3.   www.arsitektur dekonstruksi.com