Ini adalah pembahasan mengenai aliran seni Post Modern yang disusun oleh kelompok saya sendiri, yang terdiri dari Anisa Soyati,Dini Wahyuni,Khalil Gibran Ardha Yasin,Hermala Dewi dan saya Juheti,kami tergabung dalam kelompok tujuh.Selamat membaca :)
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU PADA
MASA POST MODERN
Dalam sejarah manusia, kita kenal tiga era atau zaman yang
memiliki ciri khasnya masing-masing yaitu pra-modern, modern dan postmodern. Zaman modern ditandai dengan afirmasi diri manusia
sebagai subjek. Apalagi setelah pernyataan Rene Descartes, “cogito ergo sum” yang artinya
‘aku berpikir maka aku ada’. Melalui pernyataan tersebut, manusia dibimbing oleh
rasionya sebagai subjek yang berorientasi pada dirinya sendiri sehingga rasio atau akal budi
manusia menjadi pengendali manusia terutama tingkah lakunya. Pada masa ini munculah
berbagai macam teori yang berlaku sampai sekarang. Pada akhirnya zaman dimana kita
berada sekarang yaitu zaman postmodern. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya
postmodern, memfokuskan diri pada teori kritis yang berbasis pada kemajuan dan
emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling berkaitan, seperti yang
dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi. Dalam
makalah ini akan dikemukakan sejarah munculnya postmodern sebagai ‘isme’ yang
mengritik modernitas, juga akan dipaparkan beberapa tokoh pada periode ini beserta
ajarana-ajaran pokok mereka.
I.
Pengertian
Untuk memudahkan memahami postmodernisme, ada baiknya kita
mengkontraskan ‘isme’ ini dengan lawan sejarah dan nuansa berpikirnya, yakni
modernisme. Mengkontraskan kedua ‘isme’ tersebut dipandang perlu karena
postmodernisme, dalam banyak hal, bisa dikatakan sebagai reaksi dan kritik terhadap
modernisme. Post-modern-isme, berasal dari
bahasa Inggris yang artinya faham (isme), yang berkembang setelah (post)
modern. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh
Federico de Onis untuk menunjukkan reaksi dari moderninsme. Berikut ini adalah
pengertian dari Modernisme, Postmodernisme, Postmodern, dan Postmodernitas.
A.
Modernisme
Secara etimologis
modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present time’. Dalam sub bab yang bertemakan
postmodernisme, Romo Tom Jacob mengartikan ‘modern’ sebagai: terbaru, mutakhir sikap dan cara
berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai, ’pencapaian
transendentalisasi jauh dariimanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai
tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan
dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern
ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai
modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah
terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13).
Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio,
subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi,
emansipasi serta oposisi biner. Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari tradisi
filsafat, modernisme bias disebut sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada masyarakat intelektual
sejak zaman renaissance (abad ke-18) hingga paruh pertama abad ke-20.
Semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress --meraih kemajuan—dan untuk
humanisasi manusia’. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan yang sangat optimistik
dari kamum modernis akan kekuatan rasio manusia.
Di era ini rasio
dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk memahami realitas, untuk
membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan estetika. Pendek kata, rasio dipandang
sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segala-galanya. Pengakuan atas
kekuatan rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti pengakuan atas harkat dan martabat
manusia. Manusia dengan rasionya, --tentu saja sebagai subjek; pemberi bentuk dan
warna pada realitas-- adalah penentu arah perkembangan sejarah. Kenyataannya,
modernisme adalah salah satu bentuk dari humanisme. Narasi-narasi besar 2 modernisme yang
berasal dari kapitalisme, eksistensialisme, liberalisme, idealisme, tidak
bisa lain membuktikan
hal itu. Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari
dan menemukan kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial.
Rasio manusia dianggap mampu menyelami kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum
atau dasar-dasar yang esensial dan universal dari kenyataan.
B.
Postmodernisme
Secara etimologis
Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post,dalam
Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or
after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti
sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan
yang tidak dapat terjawab di jaman modern yang muncul karena adanya modernitas
itu sendiri. Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern,
Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang
berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern
dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung mengkritik
segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman
peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa,
kehidupan dalam jalur cepat.
Namun mereka meragukan
prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal,
birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif,
kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi
postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world
view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya. Postmodernisme
bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah
relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama
lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan
mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche
sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang
menentang rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran
Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan Sphinx
juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu
tidak ada kebenaran.”.
Menurut Romo Tom
Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti:
1.
Dapat menjadi nama untuk
reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada
situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme.
2.
Suatu perlawanan
terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang
menjurus ke arah sekularisme.
C.
Postmodern
Postmodern
adalah paham yang berkembang setelah jaman modern, postmodern memberikan pemahaman
baru terhadap dunia menjadi dunia lebih lues dan mencair. Banyak pemikiran dari
postmodern yang melawan aturan – aturan pada aliran modernis meskipun banyak
tokoh postmodern mengatakan bahwa mereka tidak melawan pakem – pakem modernis
melainkan hanya merevisinya. Postmodern lebih mengacu pada liberasilme artinya
manusia diperbolehkan berpikir sebebas-bebasnya yang kemudian mengacu pada
kapitalisme dan liberalisme, postmodern menghalalkan manusia untuk berpikir
soal hal apapaun bahkan melebihi norma, agama, budaya dan hukum. Postmodern
mengajarkan masyarakat untuk memiliki budaya skeptic, mempertanyakan banyak hal
dan tidak begitu saja menerima satu hal meskipun postmodern menawarkan sebuah
revolusi besar-besaran
mengenai kebebasan berpikir, postmodern juga merupakan sebuah titik tolak kembali
diangkatnya humaniora (hal-hal
yang berkaitan dengan kemanusian) ditengah robotis manusia yang dipicu oleh
kekakuan modernism kemudian lahirlah pemikiran bahwa manusia adalah mahluk yang
berpikir dan apabila ada pembatasan terhadap ruang berpikir manusia maka
akan menghilangkan sifat manusia yang
paling dasar itu sendiri.
Postmodern menurut para ahli
b.
Derrida, Foucault dan Baudrillard, postmodern adalah bentuk radikal dari kemodernan yang
akhirnya bunuh diri karena sulit menyeragamkan teori-teori
D. Postmodenitas
Post modernitas adalah keadaan
masyarakat ketika menerima dan mempraktikan paham-paham post modernis didalam
kenyataannya. Ketika mengamalkan post modern itu sendiri indikasi terbesar
dilihat dari aspek ekonomi, budaya dan kondisi masyarakat dalam lingkup Negara.
Dapat diartikan post-modernitas adalah dampak dari berkembangnya berbagai paham
modernis yang statis atau kaku pada awalnya menjadi lebih filosofis dan kritis.
Karena di dalam era modernisme sendiri masyarakat dituntut untuk menerima serta
memahami berbagai konsep yang rasional serta realistis demi mencapai kemajuan
di berbagai bidang yang memerlukan penalaran serta pemahaman lebih dalam
mengenai konsep-konsep pembangunan yang ada. Yang kemudian disadari konsep
kehidupan yang seperti ini begitu kaku dan tidak sejalan dengan manusia yang
memiliki rasa-rasa humanisme yang selalu ingin berubah dan mencari yang baru.
Dengan begini mereka para pencetus post modernisme menganggap keadaan ini tidak
memanusiakan manusia. Oleh karena itu kemudian memunculkan aliran post
modernisme sebagai solusi yang dianggap dapat kembali memanusiakan manusia.
Namun banyak yang beranggapan bahwa paham yang dibawa oleh sikap modernisme ini
berbeda dengan sifat alamiah manusia. Paham itu seperti sekularisme,
universalisme dan pemerataan. Seperti universalisme yang dalam post modern
dianggap cocok dengan keadaan alamiah manusia, nyatanya di beberapa Negara yang
merealisasiakan paham universalisme dalam keadaan sehari-hari, tidaklah
menciptakan kearifan local didalam lingkungan masyarakatnya.
Ketidaktepatan paham postmodernitas
secara global dan lebih luas, dapat dilihat pada aspek ekonomi global. Dengan
paham universalisme yang dipegangnya, pada akhirnya konsep ini diterapkan pada
perdagangan dunia. Dengan konsep ini membebaskan para golongan kapitalis dalam
berjalannya perdagangan bebas dunia, yang akhirnya mendatangkan keuntungan pada
segelintir orang-orang tertentu saja. Padahal modernism dianggap oleh para
pencetusnya akan menjanjikan peradaban dunia. Yang pada kenyataanya tidak
mensejahterakan masyarakat secara universal. Dengan ini, jelas terlihat bahwa
konsep modernitas tidak terbukti dalam realisasi akan gambaran positif yang
diangankan para pencetusnya.
II.
Perkembangan Sejarah Postmodern
Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat
ataupun sosiologi. Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan
kemudian juga dalam sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan
kritik terhadap arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter,
mekanis dan kurang human.
Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini
menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai era
postmodern. Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur.
Charles Jencks dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975)
menyebut post modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture setelah
ratusan terkukung satu gaya. Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul
3:32 sore. Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap sebagai
lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran
modernisme, yang menggunakan 3 teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan
manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah
mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan tsb. Akhirnya, setelah
menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan
itu diledakkan dengan dinamit.
Menurut Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern
yang paling berpengaruh, peristiwa peledakan ini menandai kematian
modernisme dan menandakan kelahiran postmodernisme. Akhirnya, pemikiran
postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk
dalam bidang filsafat, lmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi
kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang
dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai. Postmodern sebagai
Filsafat.
Filsafat postmodern pertama kali muncul di
Perancis pada sekitar tahun 1970-an, terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya
tentang kondisi legitimasi era postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti
rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari
kritik terhadap arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu
sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah
filsafat, post dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi
lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep
postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah kritik atas
realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi
besar yang muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan
akal budi dan mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan
beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya. C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan
Nietzsche sche “My good is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah
kebaikanku, dan kebaikanmu adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang,
“gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada standar absolut tentang benar atau salah
dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah mendengar orang berkata “Mungkin itu benar bagimu,
tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa benar.” Kebenaran,
bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.
III.
Tokoh-Tokoh postmodern dan Ajarannya
1)
Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)
Lahir di Rochen,
Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa sekolah dan mahasiswa, ia banyakberkenalan
dengan orang-orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, seperti
John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah
didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas Basel. Menurutnya manusia
harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang
dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran.
Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.
2)
Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)
Seorang filsuf Prancis
keturunan Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme,
sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa.
Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama
dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting abad
ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan
difference.
a.
Dekonstruksi
Istilah dekontruksi
untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan
atas narasi-narasi metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk
melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari
jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme .
Metode dekonstruksi merupakan proyek filsafat yang berskala raksasa karena Derrida
sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan
demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek filsafat barat.
b.
Differance
Dalam karyanya, Of
Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan bahwa struktur penulisan dan gramatologi
lebih penting dan bahkan “lebih tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni
kehadiran diri (presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan
atau ujaran. Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke
tanda-tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya
sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika
dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak
terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu
sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan
istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak total keseluruhan logika tentang tanda.
Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan
mudah dianggap mewakili makna tertentu. Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari
bahasa, dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih
“istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa
dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini
menempatkan dirinya di luar jangkauan kebenaran mutlak (logos). Jadi, tulisan bisa
dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri terus-menerus,
jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau
dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut
Derrida sebagai differance. Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya
persis sama dengan kata difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-differance-difference,
tidak hanya dengan mendengar ujaran (karena pelafalannya sama), tetapi
harus melihat tulisannya. Di sinilah letak keistimewaan kata ini, hal inilah
yang diyakini Derrida membuktikan bahwa tulisan lebih unggul ketimbang ujaran. Proses differance ini
menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,” makna transendental,
dan makna universal, yang diklaim ada oleh De Saussure dan oleh pemikiran modern pada
umumnya. Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya
penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya
hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda
dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil
dilakukan. Setelah 5 “kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran”
lain di depannya, dan begitu seterusnya. Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian
tunggal yang “ada di depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa
dijadikan pegangan. Karena, satusatunya yang bias dikatakan pasti, ternyata
adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus ditunda atau ditangguhkan (deferred) sembari kita
terus bermain bebas dengan perbedaan (to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida,
dan posmodernitas adalah permainan dengan ketidakpastian. Postmodern dan
Positivisme Nietzsche adalah tokoh postmodern yang temasuk pengkritik
pandangan positivisme August Comte. Menurut Comte, subyek (manusia-red)
mampu menangkap fakta kebenaran, sejauh hal itu faktual, dapat didindara, positif dan
eksak. Akan tetapi menurut Nietzsche , manusia tidak tidak dapat menangkap fakta. Apa yang
dilakukan manusia untuk menangkap objek itu hanyalah sekedar interpretasi. (ST.
Sunardi,1999:67-68) . Banyak pernyataan bahwa Nietzsche tidak percaya bahwa kita bisa
mengetahui. Fakta kebenaran itu tidak ada, yang ada hanyalah interpretasi dan
dan perspektif. Maka dengan dengan sendirinya tidak ada kebenaran universal yang
tunggal. Penafsiran itu tidak itu tidak menghasilkan makna final, yang ada hanyalah
pluralitas. (ST. Sunardi,1999:180) sehingga bagi Nietzsche , kebenaran adalah
suatu kekeliruan yang berguna untuk mempertahankan arus hidup. Tanggapan Terhadap
Postmodern Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan
persoalan yang cukup mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam
interpretasi, setiap orang mempunyai sudut pandang dan perspektif sendiri-sendiri
(berbeda-beda). Dalam perpektif, subjek-subjek tertentu bisa dianggap benar, namun bias jadi
keliru bagi perspektif subjek yang lain. Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena
pengaruh rasionalitas, namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari
agama dengan irrasionalitas. Pada postmodern ini bermunculan agama-agama baru
buatan manusia (-- isme) yang merupakan hasil sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada
kebenaran absolut dalam agama apapun atau mungkin bahkan dalam kitab suci apapun, yang
ada adalah kebenaran relatif, kebenaran menurut masing-masing yang memandangnya,
sehingga manusia di sini sebagai hakim penentu kebenaran, dan bukan Tuhan yang menjadi
penentu kebenaran melalui Kitab Suci yang diwahyukannya. Derrida, melalui teori
Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model semiotika
ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan, menolak
obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka ruang
‘kreatif’ seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi, yang
membuat setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas.
Ruang makna terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan
makna-makna lain. Demikian seterusnya. Sehingga, demikian bebas dan banyaknya makna
dan tafsiran, membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi
tidak berarti lagi. Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan
tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan
rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak
lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak
dan direlativkan, demikian juga agama, teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah
manusia berada dalam kotak-kotak individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang
kemudian jatuh kepada ekstrim.
IV.
Kritikan
terhadap Postmodern
Meskipun postmodern tampak sangat
menjanjikan namun bukan berarti postmodern tidak memiliki celah salah satunya
adalah kerancuan dan ketidakpastian dari paham ini akibat dari melenturnya
pemikiran manusia,meskipun postmodern dapat memberikan solusi tengah tetapi
bagi sebagian orang postmodern di anggap hanya bisa mengkrtitisi tanpa
memnyelesaikan permasalahan, postmodern lebih bersikap lepas tangan setelah
melakukan kritik terhadap sesuatu. Paham ini dikhawatirkan hanya akan
melahirkan orang – orang yang pandai berkritik tanpa melakukan riset yang
mendalam dan tidak melakukan tindakan hal ini dianggap oleh pennganut paham
modern sebagai sebuah sikap apatis,
postmodern menjadi sangat mebingungan dan terasa abu – abu, terkesan takut
dalam menentukan pilihan dan mengambil sikap. Sehingga postmodern hanya akan
melahirkan pengamat hebat tapi ragu dalam mengambil tindakan.
V.
Pengaruh
post modern
terhadap seni rupa
Pada
masa modern seni sangat diagungkan dan hanya dinikmati oleh kalangan ningrat
saja, seni menjadi sangat kaku, hasil dari perkembangan modernisme yang
berpegang teguh pada rasionalitas dan realitas sehingga seni dimurnikan dan
terbatas pada masalah etetis saja (pada seni abstrak) seni menjadi tabu dalam
membicarakan hal – hal yang bersifat remeh – temeh, seni menjadi terpisah dari
masyarakat dan lebih menjungjung orisinalitas serta seni dijauhkan dari
tradisi. Hal tersebut secara langsung telah mebatasi ruang gerak seni sehingga
seni lukis dan patunglah yang mendominasi penggunaan media pada seni rupa
modern sedangkan seni grafis dan keremik masi berkonotasi rakyat artinya tidak
ningrat sehingga tidak dianggap eksklusif namun seiring berjalannya waktu kedua
karya seni tersebut disejajarkan, ini dilakukan oleh Andy Warhol, dia merusak
tatanan seni tinggi dan tatanan seni rendah dengan memadukan keduannya.
Kemudian, paham modernitas yang terdapat pada senirupa mendapatkan resisitensi
dari kekritisan pemikir publik seni,mereka mengungkapkan bahwa terjadi
kesalahan pada modernitas seni, ini dipengaruhi oleh pola pikir masyarakat yang
mulai memasuki pemikiran filosofi yang dibawa oleh postmodernisme, bentuk
resistensi ini dikenal sebagai postmodernisme yaitu sebuah seni yang membawa
angina segar pada dunia seni rupa. Kemudian pemikiran public terhadap seni
menjadi melentur sehingga penggunaan media pun menjadi amat tak terbatas bahkan
melalui norma-norma
etis. Postmodern berusaha meleburkan seni dengan tradisi dan masyarakat
sehingga terciptanya isu – isu social di dalam sebuah karya seni, kemudian seni kembali berfungsi
sebagai social dan pribadi sehingga para seniman dapat menuangkan muatan – muatan
pribadi dalam karya seninya.
Pada masa postmodern seni menjadi
sangat luas cakupannya,dengan tawaran kebebasan dan berkarya secara menyeluruh
namun tetap saja konsepsi dari postmodern itu sendiri sebagai sebuah pemikiran
yang kritis sehingga karya seni yang dihasilkan tidak terbatas oleh visual dan
estetika saja namun menuntut riset yang mendalam dan menyeluruh dalam
berkarya sehingga terdapat gagasan dan
pertangungjawaban dari karya seni yang dihasilkan bahkan tak jarang
pertanggungjawaban dari karya seni yang lebih diutamakan,ini adalah cerminan
dari pemikiran kritis atau budaya filosofi yang dianut oleh postmodern.
VI.
Post modernisme dan Modernisme
·
Postmodernisme
dimulai pada tahun 1968 setelah perang kedua usai sedangkan modernisme dimulai
pada tahun 1890 dan berlangsung sampai sekitar tahun 1945.
·
Postmoderisme
menentang penggunaan pemikiran logis sedangkan modernisme didasarkan oleh
penggunaan akal dan pikiran logis untuk memperoleh pengetahuan.
·
Postmodernisme
menganggap karya seni berdasarkan hiper-realitas artinya dapat terpengaruh oleh
media sedangkan moderntisme beranggapan bahwa karya seni adalah otentik.
·
Selama
perkembangan postmodernisme seiring perkembangan computer, seni dapat dituangkan ke dalam
digital dan mereka dapat melakukan pemaknaan terhadap seni itu sendiri
sedangkan modernisme karya sastra dipandang sebagai karya unik seniman.
Contoh lukisan Postmodern
Contoh bangunan ( arsitektur ) Post Modern.
Arsitektur Post modern di Indonesia
Wisma BNI 46 Jakarta
Grafiti merupakan salah satu contoh dari Post Modern
Sekian penjelasan mengenai Aliran seni Post Modern,semoga bermanfaat untuk kamu :)
Daftar pustaka :
2. Darma.Agus.Unsur
– Unsur Postmodern dalam arsitektur post modern. Di Http://staffsite.gunadarma.ac.id
3. www.arsitektur dekonstruksi.com